Shadaqahb. Zaini Dahlan, Ulama Makkah dan Pengajar Shaulatiyah yang Wafat di Kendal (w. 1922) Sayyid Ahmad b. Zainî Dahlân (w. 1885) adalah seorang ulama besar Makkah dan Grand Mufti Madzhab Syafi'i yang menjadi mahaguru ulama besar Nusantara generasi akhir abad ke-19 M. Di antara murid dari Sayyid Ahmad b. SayyidAhmad ibn Zayni Dahlan was of the eminent scholars of his time and the Shafi'i mufti of Makkah during the second half of the 13th century. He was born in 1231AH. He lived when the first printing press was established in Makkah, which resulted in a number of his works being printed. He wrote chiefly on fiqh and history. AlSayyid A ḥ mad ibn Zayn ī Da ḥlā n yang dilahirkan di Makkah pada 1232 H (1816 M) dan wafat di Madinah pada 1304 H (1886 M) menuangkan penjelasannya mengenai keimanan Ab ū Ṭā lib di dalam Diantaragurunya di Mekkah ialah Syeikh Utsman bin Hasan ad-Dimyathi, Sayyid Ahmad . bin Zaini Dahlan, Syeikh Mustafa bin Muhammad al-Afifi al-Makki, Syeikh Abdul Hamid . bin Mahmud asy-Syarwani. Beberapa sanad hadits yang musalsal diterima dari Syeikh . Nawawi al-Bantani dan Abdul Ghani bin Subuh bin Ismail al-Bimawi (Bima, Sumbawa). DariSayyid Ahmad Zaini Dahlan pula Syaikhona Kholil lulus. Dari beliau, Syaikhona Kholil belajar dalam bahasa Arab, nahwu, ilmu qira'at, tafsir, hadits, ushul fikih dan fikih madzhab Syafi'i. Sayyid Ahmad Zaini Dahlan juga memberikan Syaikhona Kholil kredensi (ijazah) umum atas jalur transmisi keilmuan (riwayah), juga memberikannya izin DeskripsiKitab Syarah Mukhtasor Jiddan. Kitab ini adalah kitab tatabahasa Arab (nahwu) yang ditulis oleh Sayyid Ahmad Zayni Dahlan (w. 1304 H). Beliau menulis penjelasan atas teks matan Jurumiyyah karya Syaikh Muhammad ash-Shanhaji (w. 723 H.) Beliau memberi penjelasan secara ringkas, sederhana, dan tepat guna. Jikadilihat dari periode kepergiannya ke Makkah, tampaknya Ahmad Rifangi satu angkatan dengan Syekh Ahmad Zaini Dahlan (1816-1886 M), Syekh Ahmad Khatib Sambas (1803-1875 M) dan Syekh Sayyid Abdullah untuk mengurusi ordonansi haji di Indonesia. hal ini terus berlangsung hingga tahun 1880-an. Ikut campurnya Turki juga bisa dilihat dari nYnn. WhatsApp Facebook Twitter Pinterest Linkedin Copiar Link Zayn Malik e Gigi Hadid Photo by Neil Mockford/GC Images Foto GC Images Zayn Malik se envolveu em uma grande discussão com a família de sua ex-namorada e mãe de sua filha, Gigi Hadid. Segundo o TMZ, na quinta-feira 28, Yolanda Hadid, sogra do cantor, afirmou que teria sido agredida por Zayn na semana passada após um desententimento e estaria pensando seriamente em fazer um boletim de a notícia vir à tona, Malik se pronunciou e disse que este era um "assunto privado" e seria discutido internamente. Nesta sexta-feira 29, o mesmo portal de notícias descobriu que na verdade o caso se tornou um assunto público, já que Zayn foi acusado de crimes contra Gigi e Yolanda Hadid e acabou aceitando a foi acusado de 4 crimes de assédio e, segundo o portal "embora um médico oficial diga que ele confessou ser culpado de um, os funcionários do tribunal afirmaram que ele não contestou os outros três."De acordo com os documentos, obtidos pelo TMZ, Zayn estava na casa que dividia com Gigi na Pensilvânia em 29 de setembro e teve uma discussão. Ele supostamente chamou Yolanda de "vagabunda holandesa do caralho", ordenou-lhe que "ficasse longe da [minha] filha do caralho" e "a porra do esperma que saiu da [minha] porra do c ***". Ele então teria "empurrado ela [Yolanda] em uma cômoda causando angústia mental e dor física".Zayn nega qualquer contato físico, mas não contestou o assédio e foi multado. Ele está em liberdade condicional de 90 dias para cada acusação, totalizando 360 dias. Ele também deve concluir uma aula para "controle da raiva" e um programa contra a violência doméstica. Ele não pode ter contato com Yolanda ou com seu segurança. Zayn, Gigi e Yolanda durante a revelação do sexo do primeiro filho do ex-casal Foto Reprodução Quanto à acusação de assediar Gigi, de acordo com os médicos do tribunal, ele gritou com a modelo "Prenda algumas bolas de merda e defenda seu parceiro contra sua mãe em minha casa". Fontes disseram ao portal que Gigi estava em Paris na ocasião e Zayn supostamente falou com ela por telefone durante o um segurança por perto e, de acordo com os médicos, Zayn gritou "Tire a merda da porra do segurança da minha casa." Os médicos dizem que ele tentou lutar contra o que todas as condições sejam concluídas após 6 meses, o juiz pode encerrar a liberdade e Gigi se separaram após 6 anos de namoro. Eles são pais de Khai, uma menina de 1 é uma ex-modelo e mãe de Bella Hadid, Gigi e Anwar Hadid, que vem a ser namorado de Dua Lipa. Yolanda é uma ex-modelo e mãe de Bella, Gigi e Anwar Hadid, que vem a ser namorado de Dua Lipa. Foto Reprodução Ainda sobre o caso, um representante de Gigi fez um breve comentário em nome da modelo após a declaração de Zayn e o relato dele sobre a agressão “Gigi está focada exclusivamente no melhor para Khai. Ela pede privacidade durante esse período.” Nem Zayn nem Gigi comentaram sobre a separação em suas redes fez dois comentários sobre as alegações de ter batido em Yolanda. Ele disse ao TMZ, depois que o veículo publicou sua história, que "Eu nego veementemente ter atacado Yolanda Hadid e pelo bem da minha filha, recuso-me a dar mais detalhes e espero que Yolanda reconsidere suas falsas alegações e avance para a cura desses problemas familiares em particular.”Ele também publicou uma declaração em seu Twitter, pedindo privacidade pelo bem de Khai."Como todos vocês sabem, eu sou uma pessoa privada e quero muito criar um espaço seguro e privado para minha filha [Khai] crescer. Um lugar onde questões familiares privadas não sejam jogadas no cenário mundial para que todos possam cutucar e separar. Em um esforço para proteger esse espaço para ela, concordei em não contestar reivindicações decorrentes de uma discussão que tive com um membro da família da minha parceira que entrou em nossa casa enquanto minha parceira estava fora, algumas semanas atrás. Este era e ainda deveria ser um assunto privado, mas parece que por enquanto há divisões e, apesar dos meus esforços para restaurar-nos a um ambiente familiar pacífico que me permitirá ser co-pai da minha filha da maneira que ela merece, isso foi 'vazado' para a imprensa." Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, beliau lahir dari keluarga yang menjaga tradisi keislaman. Berasal dari keturunan Sayyid dari jalur Sayyidina Hasan cucu Rasulullah. Kehadiran Sayyid Ahmad Zaini Dahlan memiliki arti penting dalam jaringan para ulama khususnya Indonesia, karena hampir seluruh para ulama besar sesudahnya berada pada jejaring murid dari murid Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Sayyid Zaini Dahlan demikian beliau biasa disebut, mengawali belajarnya kepada ayahnya yang dikenal seorang yang taat dan menjunjung tinggi ajaran Datuknya Rasulullah. Setelah menghafal berbagai macam bait-bait matan dari berbagai ilmu, Sayyid Zaini Dahlan kemudian mempelajari al-Qur’an dengan berbagai cabang keilmuan yang ada di dalamnya. Beliau disebutkan oleh Sayyid Bakhri Syatta pengarang Kitab I’anatuththalibin yang juga muridnya, bahwa Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan menguasai berbagai Qira’at, bahkan menghafal dengan Mutqin Matan Syatibiyah dan Jazariyah yang merupakan panduan dalam memahami ilmu bacaan al-Qur’an. Semenjak kecil Sayyid Ahmad Zaini Dahlan telah dikenal ketekunannya dalam menuntut ilmu pengetahuan. Selain cerdas, saleh, beliau juga sangat bersungguh-sungguh dalam memahami berbagai cabang keilmuan yang diajarkan oleh para ulama di Kota Makkah sehingga tidak mengherankan bila kemudian beliau menjadi seorang ulama besar pada masanya, dan bahkan menjadi Syekhul Islam artinya seseorang yang memiliki kompetensi berbagai cabang keilmuan yang mumpuni. Baca Juga Syekh Abdul Karim al-Bantani; Mursyid Terekat dan Pejuang Kemerdekaan Tentu kealiman Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan tidak bisa terlepas dari didikan para ulama Kota Makkah ketika itu. Di antara ulama yang dianggap sebagai syekh futuh beliau atau guru yang banyak berperan dalam pengembangan keilmuan beliau adalah Syekh Usman bin Hasan Dimyathi al Azhari. Syekh Usman ialah pemuka ulama Mesir yang mendapatkan ilham untuk datang ke Kota Makkah dan membuka halakah keilmuan, dan salah satu murid yang mewujudkan ilham tersebut adalah Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Karena dari Syekh Sayyid Zaini Dahlan kemudian membentuk jejaring ulama yang sangat banyak, bahkan beliau bisa digolongkan sebagai Syekhul Masyayikh atau Mahaguru ulama di Nusantara. Banyak sekali ulama dari berbagai wilayah yang kemudian belajar dan menimba ilmu dari Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Sebut saja di antara para ulama tersebut adalah Syekh Sayyid Abu Bakar Syatta al-Dimyathi, Syekh Nawawi al Bantani, Syekh Saleh Darat Semarang, Syekh Abdul Hamid Kudus, Syekhuna Cholil Bangkalan, Sayyid Abdullah Zawawi, Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, Tuan Kisai Syekh Amrullah, Sayyid Utsman Mufti Batavia, Syekh Sayyid Ali Al-Maliki, Syekh Abdul Wahab Basilam, dan beberapa ulama dari Fathani Thailand seperti pengarang Kitab Mathla’ul Badrain, Aqidatun Naji’in dan lain-lain. Bahkan beberapa ulama besar Aceh diperkirakan berguru kepada beliau adalah Teungku Chik Abdul Wahab Tanoh Abee, Teungku Chik Di Tiro, Teungku Chik Pantee Kulu, Teungku Chik Pantee Geulima, karena masa kedatangan para ulama Aceh tersebut, ketika puncak karier ilmiahnya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Adapun Syekh Abdul Wahab Tanoh Abee yang dikenal dengan Teungku Chik Tanoh Abee Qadhi Rabbul Jalil kerajaan Aceh disebutkan selain mengambil ijazah sanad dari Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, juga sempat berguru kepada gurunya Sayyid Ahmad Zaini yaitu Syekh Utsman bin Hasan al Dimyathi. Karena usia antara kedua orang ulama itu berdekatan. Syekh Sayyid Zaini Dahlan diperkirakan lahir tahun 1816 dan wafat pada tahun 1886. Pada saat beliau menjadi Mufti Syafi’i untuk kota Makkah, ada ulama besar dari India yang mencari suaka politik ke Makkah yaitu Syekh Rahmatullah Hindi. Syekh Rahmatullah Hindi inilah sosok pendiri Madrasah Saulatiah yang banyak mengkader ulama-ulama di Indonesia. Bahkan pendiri Darul Ulum Makkah juga lulusan Madrasah Saulatiah tersebut. Selain sebagai ulama yang banyak mengkader para ulama generasi sesudahnya, Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan juga seorang ulama penulis. Banyak kitab-kitab yang beliau tulis tersebar ke seluruh penjuru dunia, baik dalam bidang sejarah, fikih, tauhid, tasawuf dan ilmu gramatika Arab. Salah satu karyanya adalah Kitab Mukhtasar Jiddan yang merupakan ulasan tuntas untuk Matan Jurumiyah. Kitab Mukhtasar merupakan kitab yang membahas ilmu nahwu, dimana Syekh Sayyid Zaini Dahlan di bagian awal kitab menyebutkan kisah asal muasal ilmu nahwu. Di bagian awal kita tersebut juga beliau mengulas tentang mabadi’ asyarah atau pengantar awal sebelum mengaji ilmu nahwu secara mendalam. Dari tulisannya nampak beliau seorang yang berfikir sistematis dan langsung ke persoalan. Hal yang menarik dari Kitab Mukhtasar Jiddan beliau di bagian akhir juga menceritakan secara sekilas tentang penyusunan Matan Jurumiyah yang banyak disyarah oleh para ulama dari generasi ke generasi. Baca Juga Raudhah al-Hussâb fî A’mâl al-Hisâb, Manuskrip Matematika Islam Nusantara Karangan Syekh Ahmad Khatib Minangkabau Pada masa hidupnya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan juga puncak dari pergerakan Wahabiyah di Kota Suci Makkah. Dan beliau termasuk ulama yang banyak membantah kekeliruan pemahaman dari aliran tersebut. Beliau dengan gamblang dan jelas mengkritisi hal-hal yang meleset dari pemahaman Syekh Muhammad bin Abdul Wahab. Sebagai seorang ulama, Syekhul Islam dan Mufti Syafi’i, Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan telah menyelesaikan risalah sebagai Waratsah Nubuwah. Beliau juga seorang ulama mujaddid yang telah mentajdid agama dengan murid-muridnya yang tersebar di seluruh dunia Islam. Setelah berbagai kiprah yang besar, pada tahun 1886 dalam usia sekitar 70 tahun wafatlah ulama besar tersebut di Madinah.[] Rahimahullah Rahmatan Wasi’atan. Alfaatihah. Beliau lahir dari keluarga yang menjaga tradisi keislaman. Berasal dari keturunan Sayyid dari jalur Sayyidina Hasan cucu Rasulullah. Kehadiran Sayyid Ahmad Zaini Dahlan memiliki arti penting dalam jaringan para ulama khususnya Indonesia, karena hampir seluruh para ulama besar sesudahnya berada pada jejaring murid dari murid Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Sayyid Zaini Dahlan demikian beliau biasa disebut, mengawali belajarnya kepada ayahnya yang dikenal seorang yang taat dan menjunjung tinggi ajaran Datuknya Rasulullah. Setelah menghafal berbagai macam bait-bait matan dari berbagai ilmu, Sayyid Zaini Dahlan kemudian mempelajari Al-Qur’an dengan berbagai cabang keilmuan yang ada didalamnya. Beliau disebutkan oleh Sayyid Bakhri Syatta Pengarang Kitab I’anatuththalibin yang juga muridnya, bahwa Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan menguasai berbagai Qira’at, bahkan menghafal dengan mutqin Matan Syatibiyah dan Jazariyah yang merupakan panduan dalam memahami ilmu bacaan Al-Qur’an. Semenjak kecil Sayyid Ahmad Zaini Dahlan telah dikenal ketekunannya dalam menuntut ilmu pengetahuan. Selain cerdas, saleh, beliau juga sangat bersungguh-sungguh dalam memahami berbagai cabang keilmuan yang diajarkan oleh para ulama di Kota Mekkah sehingga tidak mengherankan bila kemudian beliau menjadi seorang ulama besar pada masanya, dan bahkan menjadi Syekhul Islam artinya seseorang yang memiliki kompetensi berbagai cabang keilmuan yang mumpuni. Tentu kealiman Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan tidak bisa terlepas dari didikan para ulama Kota Mekkah ketika itu. Di antara ulama yang dianggap sebagai syekh futuh beliau atau guru yang banyak berperan dalam pengembangan keilmuan beliau adalah Syekh Usman bin Hasan Dimyathi al Azhari. Syekh Usman ialah pemuka ulama Mesir yang mendapatkan ilham untuk datang ke Kota Mekkah dan membuka halaqah keilmuan, dan salah satu murid yang mewujudkan ilham tersebut adalah Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Karena dari Syekh Sayyid Zaini Dahlan kemudian membentuk jejaring ulama yang sangat banyak, bahkan beliau bisa digolongkan sebagai Syekhul Masyayikh atau Mahaguru ulama di nusantara. Banyak sekali ulama dari berbagai wilayah yang kemudian belajar dan menimba ilmu dari Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Sebut saja di antara para ulama tersebut adalah Syekh Sayyid Abu Bakar Syatta al-Dimyathi, Syekh Nawawi al Bantani, Syekh Saleh Darat Semarang, Syekh Abdul Hamid Kudus, Syekhuna Cholil Bangkalan, Sayyid Abdullah Zawawi, Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, Tuan Kisai Syekh Amrullah, Sayyid Utsman Mufti Batavia, Syekh Sayyid Ali Al-Maliki, Syekh Abdul Wahab Basilam, dan beberapa ulama dari Fathani Thailand seperti pengarang Kitab Mathla’ul Badrain, Aqidatun Naji’in dan lain-lain. Bahkan beberapa ulama besar Aceh diperkirakan berguru kepada beliau adalah Teungku Chik Abdul Wahab Tanoh Abee, Teungku Chik Di Tiro, Teungku Chik Pantee Kulu, Teungku Chik Pantee Geulima, karena masa kedatangan para ulama Aceh tersebut, ketika puncak karier ilmiahnya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Adapun Syekh Abdul Wahab Tanoh Abee yang dikenal dengan Teungku Chik Tanoh Abee Qadhi Rabbul Jalil kerajaan Aceh disebutkan selain mengambil ijazah sanad dari Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, juga sempat berguru kepada gurunya Sayyid Ahmad Zaini yaitu Syekh Utsman bin Hasan al Dimyathi. Karena usia antara kedua orang ulama itu berdekatan. Syekh Sayyid Zaini Dahlan diperkirakan lahir tahun 1816 dan wafat pada tahun 1886. Pada saat beliau menjadi Mufti Syafi’i untuk kota Mekkah, ada ulama besar dari India yang memcari suaka politik ke Mekkah yaitu Syekh Rahmatullah Hindi. Syekh Rahmatullah Hindi inilah sosok pendiri Madrasah Saulatiah yang banyak mengkader ulama-ulama di Indonesia. Bahkan pendiri Darul Ulum Mekkah juga lulusan Madrasah Saulatiah tersebut. Selain sebagai ulama yang banyak mengkader para ulama generasi sesudahnya, Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan juga seorang ulama penulis. Banyak kitab-kitab yang beliau tulis tersebar ke seluruh penjuru dunia, baik dalam bidang sejarah, fikih, tauhid, tasauf dan ilmu Gramatika Arab. Salah satu karyanya adalah Kitab Mukhtasar Jiddan yang merupakan ulasan tuntas untuk Matan Jurumiyah. Kitab Mukhtasar merupakan kitab yang membahas ilmu nahwu, dimana Syekh Sayyid Zaini Dahlan dibagian awal kitab menyebutkan kisah asal muasal ilmu nahwu. Dibagian awal kita tersebut juga beliau mengulas tentang mabadi’ asyarah atau pengantar awal sebelum mengkaji ilmu nahwu secara mendalam. Dari tulisannya nampak beliau seorang yang berfikir sistematis dan langsung ke persoalan. Hal yang menarik dari Kitab Mukhtasar Jiddan beliau dibagian akhir juga menceritakan secara sekilas tentang penyusunan Matan Jurumiyah yang banyak disyarah oleh para ulama dari generasi ke generasi. Pada masa hidupnya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan juga puncak dari pergerakan Wahabiyah di Kota Suci Mekkah. Dan beliau termasuk ulama yang banyak membantah kekeliruan pemahaman dari aliran tersebut. Beliau dengan gamblang dan jelas mengkritisi hal-hal yang meleset dari pemahaman Syekh Muhammad bin Abdul Wahab. Sebagai seorang ulama, Syekhul Islam dan Mufti Syafi’i, Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan telah menyelesaikan risalah sebagai waratsah nubuwah. Beliau juga seorang ulama mujaddid yang telah mentajdid agama dengan murid-muridnya yang tersebar di seluruh dunia Islam. Setelah berbagai kiprah yang besar, pada tahun 1886 dalam usia sekitar 70 tahun wafatlah ulama besar tersebut di Madinah. Rahimahullah Rahmatan Wasi’atan. Alfaatihah. Sayyid Ahmad Zayni Dahlan al-Makki’ ash-Shafi’i [d. 1304 AH / 1886 CE] Sayyid Ahmad ibn Zayni Dahlan was of the eminent scholars of his time and the Shafi’i mufti of Makkah during the second half of the 13th century. He was born in 1231AH. He lived when the first printing press was established in Makkah, which resulted in a number of his works being printed. He wrote chiefly on fiqh and history. Aside from his writings, his major contribution to the madhhab came in the form of his numerous students, including Sayyid `Alawi ibn Ahmad al-Saqqaf, Sayyid Abu Bakr Shatta, Shaykh `Umar Ba Junayd, and Sayyid Husayn ibn Muhammad al-Hibshi. Some of the works published by the Sayyid include, 1- Sharhu Matn-il-Alfiyyah; an explanation of the text of al-Alfiyyah in the Arabic language 2- Tarikh-ud-Duwal-il-Islamiyyah bil-Jadawil-il Mardiyyah; a history of the Islamic states 3- Fath-ul-Jawad-il-Mannan alal-Aqidat-il-Musammati bi Fayd-ir-Rahman fi Tajwid-il-Qur’an; a summary of the tajwid rules of recitation of the Qur’an 4- Khulasat-ul-Kalam fi Umara’-il-Balad-il-Haram; the history of the rulers of Makkah 5- Al-Futuhat-ul-Islamiyyah; a history of the opening of the different countries by Muslims 6- Tanbih-ul-Ghafilin, Mukhtasaru Minhaj-il-Abidin; a summary exposing the good manners of the worshippers 7- Ad-Durar-us-Saniyyah fir-Raddi alal-Wahhabiyyah; a treatise refuting the Wahhabiys 8- Sharh-ul-Ajurrummiyyah; an explanation of an Arabic grammar text 9- Fitnat-ul-Wahhabiyyah; [this booklet] a treatise of the tribulations inflicted by the Wahhabiyyah. Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki gives his sanad to Sayyid Ahmad Dahlan in his abridged book of Ijaza, Iqdatu l-Farid as follows, From his father, Sayyid Alawi al-Maliki from Sayyid Abbas al-Maliki from Sayyid Ahmad Dahlan. Below is a scanned piece from the Iqdatu l-Farid. Sayyid Ahmad Zayni Dahlan May Allah be pleased with him passed away in Medina in the month of Muharram of 1304 Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan; Ulama, Syeikhul Islam dan Kunci Sanad Ulama Nusantara Seorang tokoh ulama dimasanya yang perlu kita ketahui dan keberadaannya dalam sanad keilmuan para ulama . Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, beliau lahir dari keluarga yang menjaga tradisi keislaman. Berasal dari keturunan Sayyid dari jalur Sayyidina Hasan cucu Rasulullah. Kehadiran Sayyid Ahmad Zaini Dahlan memiliki arti penting dalam jaringan para ulama khususnya Nusantara, karena hampir seluruh para ulama besar sesudahnya berada pada jejaring murid dari murid Syekh Sayyid Ahmad Zaini Zaini Dahlan demikian beliau biasa disebut, mengawali belajarnya kepada ayahnya yang dikenal seorang yang taat dan menjunjung tinggi ajaran Datuknya Rasulullah. Setelah menghafal berbagai macam bait-bait matan dari berbagai ilmu, Sayyid Zaini Dahlan kemudian mempelajari al-Qur’an dengan berbagai cabang keilmuan yang ada di dalamnya. Beliau disebutkan oleh Sayyid Bakhri Syatta pengarang Kitab I’anatuththalibin yang juga muridnya, bahwa Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan menguasai berbagai Qira’at, bahkan menghafal dengan Mutqin Matan Syatibiyah dan Jazariyah yang merupakan panduan dalam memahami ilmu bacaan al-Qur’ . Semenjak kecil Sayyid Ahmad Zaini Dahlan telah dikenal ketekunannya dalam menuntut ilmu pengetahuan. Selain cerdas, saleh, beliau juga sangat bersungguh-sungguh dalam memahami berbagai cabang keilmuan yang diajarkan oleh para ulama di Kota Makkah sehingga tidak mengherankan bila kemudian beliau menjadi seorang ulama besar pada masanya, dan bahkan menjadi Syekhul Islam artinya seseorang yang memiliki kompetensi berbagai cabang keilmuan yang kealiman Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan tidak bisa terlepas dari didikan para ulama Kota Makkah ketika itu. Di antara ulama yang dianggap sebagai syekh futuh beliau atau guru yang banyak berperan dalam pengembangan keilmuan beliau adalah Syekh Usman bin Hasan Dimyathi al Azhari. Syekh Usman ialah pemuka ulama Mesir yang mendapatkan ilham untuk datang ke Kota Makkah dan membuka halakah keilmuan, dan salah satu murid yang mewujudkan ilham tersebut adalah Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Karena dari Syekh Sayyid Zaini Dahlan kemudian membentuk jejaring ulama yang sangat banyak, bahkan beliau bisa digolongkan sebagai Syekhul Masyayikh atau Mahaguru ulama di . Banyak sekali ulama dari berbagai wilayah yang kemudian belajar dan menimba ilmu dari Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Sebut saja di antara para ulama tersebut adalah Syekh Sayyid Abu Bakar Syatta al-Dimyathi, Syekh Nawawi al Bantani, Syekh Saleh Darat Semarang, Syekh Abdul Hamid Kudus, Syekhuna Cholil Bangkalan, Sayyid Abdullah Zawawi, Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, Tuan Kisai Syekh Amrullah, Sayyid Utsman Mufti Batavia, Syekh Sayyid Ali Al-Maliki, Syekh Abdul Wahab Basilam, dan beberapa ulama dari Fathani Thailand seperti pengarang Kitab Mathla’ul Badrain, Aqidatun Naji’in dan lain-lain. Bahkan beberapa ulama besar Aceh diperkirakan berguru kepada beliau adalah Teungku Chik Abdul Wahab Tanoh Abee, Teungku Chik Di Tiro, Teungku Chik Pantee Kulu, Teungku Chik Pantee Geulima, karena masa kedatangan para ulama Aceh tersebut, ketika puncak karier ilmiahnya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Adapun Syekh Abdul Wahab Tanoh Abee yang dikenal dengan Teungku Chik Tanoh Abee Qadhi Rabbul Jalil kerajaan Aceh disebutkan selain mengambil ijazah sanad dari Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, juga sempat berguru kepada gurunya Sayyid Ahmad Zaini yaitu Syekh Utsman bin Hasan al Dimyathi. Karena usia antara kedua orang ulama itu . Syekh Sayyid Zaini Dahlan diperkirakan lahir tahun 1816 dan wafat pada tahun 1886. Pada saat beliau menjadi Mufti Syafi’i untuk kota Makkah, ada ulama besar dari India yang mencari suaka politik ke Makkah yaitu Syekh Rahmatullah Hindi. Syekh Rahmatullah Hindi inilah sosok pendiri Madrasah Saulatiah yang banyak mengkader ulama-ulama di Indonesia. Bahkan pendiri Darul Ulum Makkah juga lulusan Madrasah Saulatiah sebagai ulama yang banyak mengkader para ulama generasi sesudahnya, Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan juga seorang ulama penulis. Banyak kitab-kitab yang beliau tulis tersebar ke seluruh penjuru dunia, baik dalam bidang sejarah, fikih, tauhid, tasawuf dan ilmu gramatika Arab. Salah satu karyanya adalah Kitab Mukhtasar Jiddan yang merupakan ulasan tuntas untuk Matan . Kitab Mukhtasar merupakan kitab yang membahas ilmu nahwu, dimana Syekh Sayyid Zaini Dahlan di bagian awal kitab menyebutkan kisah asal muasal ilmu nahwu. Di bagian awal kita tersebut juga beliau mengulas tentang mabadi’ asyarah atau pengantar awal sebelum mengaji ilmu nahwu secara mendalam. Dari tulisannya nampak beliau seorang yang berfikir sistematis dan langsung ke persoalan. Hal yang menarik dari Kitab Mukhtasar Jiddan beliau di bagian akhir juga menceritakan secara sekilas tentang penyusunan Matan Jurumiyah yang banyak disyarah oleh para ulama dari generasi ke . Pada masa hidupnya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan juga puncak dari pergerakan Wahabiyah di Kota Suci Makkah. Dan beliau termasuk ulama yang banyak membantah kekeliruan pemahaman dari aliran tersebut. Beliau dengan gamblang dan jelas mengkritisi hal-hal yang meleset dari pemahaman Syekh Muhammad bin Abdul Wahab. Sebagai seorang ulama, Syekhul Islam dan Mufti Syafi’i, Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan telah menyelesaikan risalah sebagai Waratsah Nubuwah. Beliau juga seorang ulama mujaddid yang telah mentajdid agama dengan murid-muridnya yang tersebar di seluruh dunia Islam. Setelah berbagai kiprah yang besar, pada tahun 1886 dalam usia sekitar 70 tahun wafatlah ulama besar tersebut di Rahmatan Wasi’atan. Alfaatihah.

sayyid ahmad zaini dahlan